Minggu, 20 Januari 2013

SUARA

Bahasa yang bisa kugunakan sekarang hanya bibir dan airmata.Aku tak mampu lagi marah dan kecewa, hanya menunjukkan keberadaan emosi itu lewat aliran air dari mata. Dan, andai kau tahu begitu sulitnya bagiku menujukkan ekspresi lewat raut muka.

Tanpa suara, aku seperti orang yang sakit perut tapi tak bisa kentut. Lewat baulah kentut menunjukkan keberadaannya, meski tidak ada yang menginginkannya. Aku pun begitu, hanya ingin suara. Berbicara. Bercerita.

Aku tak ingat berapa kali kamu memintaku bercerita. Tentang seorang puteri yang diperebutkan dua pangeran, tapi dia memilih pergi daripada terjadi pertarungan. Baginya, cinta ya mengalir begitu saja, tidak perlu mengorbankan nyawa untuk dapat pengakuan bahwa ia telah dapat cintanya. Cinta puteri.

Itu adalah salah satu cerita yang paling kamu suka. Cerita puteri yang memilih mati damai, meski ia tahu ia tak bisa menemui cinta sejatinya. Kamu selalu memintaku mengulang-ulang. Entah mengapa kamu tertarik, katamu "Seperti cinta, mengalir begitu saja."

Namun sekarang aku tak bisa bercerita, pita di tenggorokanku tak bergetar sama sekali. Aku ..............tak bersuara.

Lalu aku mencoba bercerita dengan bahasa yang ada, mimik muka dan gerak tangan. Tapi kamu tidak mau mengerti, kamu selalu pergi jika aku ingin bercerita tentang puteri yang kehilangan suaranya.

Sejak itu, kamu tidak pernah muncul. Kuharap tidak terjadi sesuatu apa-apa padamu. Aku hanya ingin kamu baik-baik saja.


Bertahun-tahun aku menunggumu tanpa ada kabar dan aku pikir suatu saat kamu akan kembali dan bilang "Aku ingin kembali dan mendengar ceritamu tentang suara"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar