Sabtu, 05 Maret 2016

KAPAN KAMU PULANG? ~RUMAH




Jika hidup adalah sebuah perjalanan, maka kuibaratkan merantau adalah sebuah pencarian. Pencarian akan makna jati diri kita sebagai manusia sampai tujuan filosofis agar kita bisa lebih memahami arti kasih sayang. Saya percaya bahwa setiap jiwa manusia diciptakan untuk sebuah tujuan tertentu. Untuk itulah saya pergi, untuk itulah saya mencari.


 
"Aku melihat air menjadi rusak karena diam  
tertahan. Jika mengalir menjadi jernih,
jika  tidak, akan keruh menggenang" 

- Imam As Syafi'i
Tentang pencarian kedua, benar adanya bila ada yang mengatakan, rasa sayang kita muncul ketika kita merasa kehilangan. Sebagai seseorang yang hidup di perantauan, panggilan telepon dari rumah adalah obat penawar sakit yang ampuh tanpa menelah pahit.

Saat kita terus berada di rumah, kita tidak pernah tahu arti sayang karena kita menganggapnya sebagai rutinitas dan biasa. Kita tak akan pernah tau betapa berharganya waktu bertemu dengan orang tua. Betapa suara mereka terdengar sangat merdu meski hanya lewat gelombang di udara. Mendadak kita berandai untuk bisa tetap di rumah dan merawat mereka.

Beberapa kali saya termenung dan bertanya kepada diri sendiri, sampai kapan akan terus merantau? Ada saatnya suatu saat nanti saya akan pulang dan kembali. Tapi kapan? Saya tentu tak punya kapabilitas untuk menjawabnya sekarang. Waktulah yang akan membuktikannya nanti. Bahkan meski jasad saya yang kembali ke tempat kelahiran. Saya akan pulang.

Di sini, di tempat yang jauh dari keluarga dan saudara, saya bertemu keluarga baru yang tentu menjadi penghilang rasa sedih dan kangen rumah. Dan lebih dari semua itu, saya bisa lebih dekat dengan pemilik alam semesta. Setiap ketidakberdayaan saya adalah bukti bahwa manusia itu lemah dan satu-satunya tempat untuk menyandarkan diri adalah Tuhan.

Nenek saya dulu sempat berpesan sebelum saya pergi,

"Di manapun kamu berada, kita menjunjung langit yang sama, milik sang pangeran."

Benar Nek, dan tanpa pergi kita tak akan tahu arti kembali.

1 komentar: