Kamis, 13 September 2012

JELAJAH BEKAS LAUT



Minggu lalu saya mengikuti kegiatan menjelajahi Karst Citatah, Padalarang, Bandung yang diadakan Himpunan Mahasiswa Geologi ITB. Keputusan saya untuk mengikuti perjalanan tersebut adalah selain untuk menyambung ikatan saya dengan alam agar tidak samar-samar kemudian hilang adalah untuk membuktikan pernyataan dosen saya bahwa ‘Dulu Bandung adalah laut’. 

Saya percaya tidak percaya dengan statement tersebut. Setengah percaya karena beliau adalah dosen senior yang mengetahui seluk beluk bumi. Setengah tidak percaya karena saya belum membuktikan bahwa cerita itu benar adanya dan dapat diyakini sebagai fakta. Setelah membaca tulisan di bawah, Anda dapat turut menyimpulkan apakan Bandung dulu memang laut atau bukan.


Perjalanan dimulai dari Gunung Hawu, yang menurut jenis batuannya merupakan jenis gunung kapur. Adanya gunung kapur dapat dijadikan argument untuk mendukung pernyataan bahwa dulu Bandung adalah laut. Mengapa? Gunung kapur atau secara lebih umum, gunung yang penyusunnya merupakan batuan karbonat kemungkinan besar terbentuk di laut walaupun ada kemungkinan juga terbentuk di darat. Jadi beberapa juta tahun lalu kota yang kita tempati sekarang ini bisa dikatakan rumah ikan purba.


Sedangkan nama ‘Hawu’ sendiri berasal dari bahasa Sunda yang berarti tungku. Penamaan Hawu yang dilakukan oleh masyarakat setempat dimaksudkan untuk memvisualkan bentuk gunung yang seperti tungku tersebut ke dalam bahasa agar dengan hanya mengetahui namanya, orang-orang tahu bentuk gunung Hawu. Layaknya tungku, gunung ini mempunyai dua lubang yaitu lubang untuk ‘memasukkan kayu’ dan tempat ‘keluarnya api untuk memasak’. 

Pada awalnya gunung tersebut berbentuk seperti gunung biasa, kerucut tumpul di bagian atasnya. Namun, ketika hujan datang, tetesan air tersebut dapat bertingkah ‘agresif’ terlebih lagi bila mengandung karbondioksida. Dengan begitu, terjadilah reaksi kimia antara air, karbondioksida, dan asam karbonat yang terkandung dalam gunung kapur sehingga akan membentuk lubang bagian atas gunung karena menggerus unsur karbonat dalam gunung. Proses karstifikasi tersebut terjadi seterusnya hingga lubang di atas gunung menjalar kemudian menjadi lubang baru di bagian samping gunung. 







 Gunung Hawu




                                                         Goa Pabeasan

Setelah melihat dengan kacamata sendiri dan ternyata penamaan tersebut memang bermakna, perjalanan dilanjutkan menuju Goa Pabeasan yang terletak tidak terlalu jauh dari Gunung Hawu, karena memang masih satu kompleks Kars Citatah. Seperti goa pada umumnya, disini banyak terdapat stalaktit dan stalagmite di mulut-mulut goa. 

Nama Pa-beas-an masih berasal dari bahasa Sunda yang berarti tempat beras. Tidak jauh dari goa Pabeasan, saya melihat beberapa beberapa pemanjat tebing yang tanpa ragu-ragu memanjat semakin tinggi ke puncak tebing. Saya pikir mereka juga seperti saya, membuktikan sesuatu, namun apa, yang jelas berbeda. Mungkin tingkat strees batuan atau yang lain saya tidak tahu.



Kembali lagi soal goa, adanya goa bisa menjadi argumen kedua untuk mendukung pernyataan bahwa Bandung pernah menjadi laut. Karena goa merupakan hasil pelarutan batuan-batuan karbonat, dan bila air mengalir di batuan karbonat dapat melarutkannya sehingga dapat terbentuk stalaktit atau stalagmite.


Berbicara mengenai Bandung dan laut, saya teringat ulasan singkat di Kompas beberapa hari yang lalu. Ternyata menurut cerita yang beredar di masyarakat, dulu Bandung merupakan sebuah danau besar, dan nama Bandung sendiri berasal dari kata bendung. Bendung yang merupakan penggalan dari kata bendungan diambil untuk penamaan kota ini karena Bandung diapit oleh gunung-gunung yang menjadikannya cekungan atau seakan-akan sebuah bendungan.




Tujuan ketiga yakni Stone Garden. Stone garden merupakan 'taman batu' karena di perbukitan ini terdapat hamparan batu yang jumlahnya tiada terhitung. Batu-batu tersebut bukan hanya batu biasa, menurut penuturan interpreter di kegiatan jelajah alam ini batu-batu purba tersebut merupakan koral setelah dilihat dari ciri-cirinya .Bukti keberadaan koral tersebut merupakan bukti terkuat untuk mendukung ‘cerita’ dosen saya. Karena, kita semua tahu asal-usul koral adalah dari laut.




Stone Garden

Sejauh mata memandang, yang saya temukan adalah hamparan batu-batu purba memenuhi Stone Garden, namun ketika mata saya menemukan satu titik di mana titik tersebut sangat berbeda dengan sekitarnya. Titik tersebut hitam dan menggumpal semakin besar menjadi kepulan asap. Sebentar kemudian, di kepala saya juga ikut muncul kepulan hitam, bedanya ini asap keprihatinan.




Asap tersebut merupakan pembakaran batu gamping yang digunakan untuk industry cat tembok, sebagaimana diketahui bahwa batu kapur merupakan salah satu bahan utama  pembuatan cat tembok, karena kandungannya.




Ironi memang, keberadaan alam memang disediakan untuk kemakmuran manusia, tetapi justru manusia (secara egois) ingin menguasai kemakmuran untuk dirinya sendiri. Kontradiksi memang, manusia membutuhkan dan alam menyediakan. Lantas, mengapa tidak mengambil saja?
Pertanyaan-pertanyaan di atas memang sulit dijawab. Siapa pun yang berusaha menjawab bisa jadi tidak menemukan jawaban yang diharapkan. Atau pihak-pihak yang berada di baliknya akan dengan sangat yakin menjawab bahwa kegiatan penambangan tersebut sangat berguna untuk pembangunan. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa dalam hati nurani kita ingin teriak bahwa kita masih  ingin tetap hidup bersandingan dengan alam.

 
Perjalanan yang memakan waktu setengah hari itu menunjukkan pada saya bahwa manusia telah dengan sendirinya berusaha menjauh dari alam. Manusia sibuk dengan berbagai kegiatannya tanpa mengetahui manfaat eksistensi alam untuk keberlansungan hidup semua yang hidup di bumi. 



Sepulang dari perjalanan saya lantas menyimpulkan, alam bisa hidup tanpa manusia, tetapi manusia tak dapat hidup tanpa alam. Dan satu lagi konklusi penting. Dulu Bandung adalah laut !


1 komentar:

  1. stone garden kerennnn
    btw ... bebatuan kapur itu menandakan bekas laut atau danau tawar .... he he ... jadi kepo ...

    BalasHapus