Senin, 29 Februari 2016

HUJAN


Kota yang megah, dengan hujan yang tenang nan indah. Bunyi kereta yang sesaat lewat telah usai, dan kini hanya bunyi hujan gerimis yang wangi dan gemuruh langit terdengar di udara. Awan tak lagi putih, dan angkasa tak lagi biru. Semua kelabu. Tak terkecuali hujan yang turun membawa cerita masa lalu.

Di stasiun, orang-orang bergegas keluar dan membuka payung. Berlindung dari hujan. Kecuali aku yang telah lama merindu rintik air yang tenang dan bau tanah yang basah.

Dulu, saat hujan turun, aku akan duduk di beranda dengan ayah. Tak lama, ibu pasti akan datang membawa sop hangat atau ubi bakar. Kami bertiga duduk termenung melihat hujan sambil membicarakannya. Ada saatnya aku melihat awan bergerak cepat ke timur dan tenggara. Dan aku akan menghambur ke ibu sambil berteriak ketika petir datang ke bumi seperti ingin membelah pohon di depan rumah kami. Atau saat mendengar bunyi gemuruh yang bunyinya seperti rumah yang runtuh.

***Hujan, yang berderai dan terurai. Pada suatu senja.

1 komentar: