Minggu, 27 Desember 2015

HOW I SURVIVED IN JAPAN





Saya yakin banyak orang yang mengalami culture shock saat pertama kali tinggal di luar negeri. Pertama, karena budaya hidup dan aturan yang berbeda dengan negara asal. Kedua, terutama bagi yang muslim, harus mengatur strategi soal ibadah dan makanan. Ketiga, bahasa pengantar yang berbeda dengan negara asal.

Tak terasa sekarang sudah bulan ketiga setelah saya pindah ke Jepang. Saya jadi ingat masa-masa awal kepindahan yang dipenuhi dengan perjuangan. Mulai dari mencari makanan halal, mencari tempat untuk sholat, sampai berjuang agar bisa membaca Kanji (yang sampai sekarang baru hafal Kanji hari hahaha).

Lalu, bagaimana saya menghadapi semua itu hingga posisi stabil seperti sekarang?

Ibadah

Harus diakui, karena mayoritas penduduk Jepang bukanlah muslim, jadi sulit sekali menemukan tempat ibadah seperti masjid atau mushola. Bahkan hampir tidak ada. Awalnya, aneh buat saya karena biasanya sholat itu kalau ngga di rumah ya di mushola atau masjid. Tapi lama-lama jadi terbiasa sholat di mana saja seperti di taman, ruang ganti, atau di manapun asal memungkinkan dan tidak begitu ramai. Saya sendiri pernah mengalami sholat di taman, dekat toilet taman, di belakang kantor polisi, di rooftop gedung. Bahkan waktu awal pindahan ke sini seorang teman menyarankan salah satu alternatif tempat sholat, yaitu fitting room di mall. Saya tidak merekomendasikan sih, tapi kalau sudah tidak ada pilihan lagi ya apa boleh buat hahaha. Nah, karena kebanyakan toilet jepang itu jenisnya toilet kering, saya jadi rajin menjaga wudhu. Apalagi di musim gugur atau musim dingin seperti sekarang, mending nahan kentut atau pipis buat jaga wudhu.

Makanan

Sebelum berangkat ke Jepang, Ibu membawakan bekal daging rendang kering agar saat tiba di Jepang dan saya belum menemukan tempat makan, saya bisa makanan Ibu. Saya percaya saja, dan ternyata cara ini membantu saya survive di masa-masa awal saat saya belum tahu tempat untuk membeli makanan. Saya hanya perlu membeli nasi di kombini (+minta dihangatkan di kasir) ditemani lauk bekal dari Ibu.

Di awal kedatangan, seorang teman bilang kepada saya. Ada berbagai macam aliran menyoal makanan di Jepang. Pertama, yang makan makanan halal saja. Kedua, tidak makan daging ayam dan sapi, tapi masih makan roti dan yang lainnya. Ketiga, asal bukan daging babi.

Karena keterbatasan pemahaman aksara Kanji, saya memilih untuk membaca blog orang tentang makanan yang dapat dikonsumsi oleh muslim, seperti Serijaya atau Halal media Japan. Mengingat kemasan makanan bagi saya lebih mudah daripada harus membaca ingredients di kemasan makanan.

Pernah waktu itu saya kelaperan banget, di luar sedang hujan deras dan angin kencang, dan saya ada di Sevel. Sedihnya ngga ada yang bisa dibeli. Lihat-lihat bento itu rasanya pengen banget beli, tapi ngga bisa. Akhirnya, saya nemu bento ikan di Sevel dan konfirmasi ke senior kalau ngga ada komposisi haram. Alhamdulillah.

Sekarang sudah tidak sebegitu susah menemukan makanan yang bisa dimakan. Saya sering nanya-nanya ke senior atau teman yang sudah berpengalaman makanan-makanan mana yang bisa dimakan. Adanya aplikasi tentang lokasi tempat di Jepang seperti Halal Gourmet atau Halal Navi juga sangat membantu saya menemukan tempat makan.

Tempat Tinggal

Ada berbagai macam tipe hunian di Jepang, tinggal pilih mana yang sesuai. Saya sendiri tinggal di asrama dekat kampus. Untungnya, di asrama saya sudah full furnished, jadi saya tidak perlu repot membeli peralatan rumah tangga.

Student & Laboratory Life
Karena bahasa pengantarnya bahasa Inggris, saya tidak begitu mengalami kesulitan yang berarti saat kuliah. Sebagian besar waktu di kampus saya habiskan di lab, karena semester ini saya hanya mengambil 17 kredit. Yang menjadi tantangan adalah, pola kerja di Jepang yang sangat berbeda dengan di Indonesia. Pada masa-masa awal, saya sempat sedikit bete karena di lab saya suasananya serius banget dan sangaaaaaaaat hening. Jarang sekali mereka mengobrol, kalau bukan untuk hal yang sangat penting. Di satu sisi, saya lebih senang karena tidak ada mbak-mbak ngobrol yang berisik seperti di kantor dulu. Akhirnya, semua fokus pada kerjaan masing-masing. Lambat laun hubungan saya dan teman-teman di lab sekarang mulai mencair dan tidak begitu merasa terkekang. Memang semua butuh proses.

Bahasa

Bagi saya, adaptasi bahasa adalah yang paling susah. Bagaimana tidak? Selama ini saya mengenal hiragana dan katakana, tapi semua pamflet, papan instruksi, dan surat ditulis dalam karakter kanji. Saya sering bingung karena buta huruf. Tidak bisa membaca sedikitpun. Akhirnya saya menenangkan diri dan mulai mencari aplikasi yang bisa membantu saya survive. Ada berbagai macam aplikasi translate, tapi bagi saya yang paling ampuh adalah google translate, selain bisa autodetect languange langsung dari kamera, aplikasi tersebut juga memungkinkan kita untuk write(means: not type) karakter yang kita lihat. Untuk percakapan sehari-hari, sebisa mungkin saya hafalkan, seperti bertanya lokasi, instruksi, dan ungkapan-ungkapan sederhana lain.

Dokumen


Bisa dikatakan, Jepang adalah negara dengan birokrasi yang ribet, tapi jelas dan cepat. Saat pertama kali pindah ke Jepang, ada berbagai macam dokumen yang harus saya urus, seperti buku tabungan, zairyu card (semacam KTP untuk orang asing yang tinggal di daerah tersebut), aplikasi untuk kartu kredit, serta aplikasi untuk membeli nomor Jepang. Saya bersyukur karena dikelilingi oleh orang-orang yang baik banget, apalagi kemampuan bahasa saya yang cuma secuil. Terbukti, saat hendak mengurus buku tabungan, senior saya dari Indonesia dengan baik hati menemani saya ke bank. Untungnya, universitas juga menyediakan tutor yang membantu mahasiswa baru, jadi saat pergi ke semacam kantor kelurahan, saya minta ditemani oleh tutor Nihonjin saya agar tidak merepotkan senior saya lagi, hehehe.

Tips dari saya: Intinya perbanyak bekal sebelum pindah ke negeri orang, baca-baca pengalaman orang, dan perbanyak teman, karena saat kita tersesat di negeri orang, satu-satunya kelurga kita adalah teman-teman dari Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar