Rabu, 23 Desember 2015

MOVIE REVIEW: CHAPPIE


Artificial intelligence adalah sebuah mimpi  di era milenium yang direalisasikan lewat visualisasi film. Chappie adalah salah satu film yang berkisah tentang robot dengan artificial intelligence. Muncul lebih dulu sebelum Chappie, yaitu robot Wall-E dan Big Max di Big Hero  yang juga telah menyentuh penonton lewat ceritanya.
Chappie tentu menghadirkan cerita dan tentu rasa yang berbeda dengan film-film robot pendahulunya.
Berikut ceritanya.
Pada suatu malam, seorang pemuda menjalankan program yang telah dibuatnya. Namun, pada akhirnya program itu gagal. Pemuda itu, Deon, akhirnya puas mengetahui programnya sukses setelah begadang satu malam suntuk mengubah-ubah variabel-varibale pada program.
Mimpinya sebentar lagi nyata. Membuat robot yang memiliki kecerdasan layaknya manusia. Robot yang tak hanya berpikir seri, tetapi juga parallel. Mempunyai perasaan persis layaknya manusia.
Deon (Dev Patel), adalah salah satu karyawan di perusahaan senjata bernama Tetravaal yang telah sukses merancang robot polisi dan diminati oleh kantor militer dan kepolisian untuk membantu tugas para polisi membasmi kejahatan yang saat itu sedang merajalela di Johannesburg. Permintaan robot polisi ini semakin meningkat sehingga membuat CEO Tetravaal, Michelle Bradley, menganggarkan dana besar ke proyek tersebut dan terpaksa memotong dana untuk proyek robot Moose yang dibuat oleh Vincent(Hugh Jackman). Jelas hal ini memicu kemarahan dan keinginan balas dendam Vincent kepada Deon. Secara tidak langsung Bradley memotong anggaran robotnya karena proyek robot Deon. 
Berbekal proyek yang sukses tersebut serta dukungan Bradley padanya, Deon mengutarakan idenya kepada Bradley yaitu menguji coba program AI pada robot yang telah rusak. Namun Bradley menolak mentah-mentah karena apa yang diajukan Deon tidak terlihat menguntungkan bagi perusahaan. Perusahaan senjata tidak memerlukan robot yang bisa menulis puisi atau melukis, begitulah kira-kira kata Bradley kepada Deon.
Deon pun tak berhenti sampai situ. Dia terus mencari cara agar impiannya membuat robot dengan kecerdasan seperti manusia bisa terwujud.
Ia lalu mencuri robot yang hendak dihancurkan sebagai ‘tubuh’ bagi programnya di gudang Tetravaal.
Di saat bersamaan, sekelompok Gangster geram akan ulah robot polisi yang terus mengacaukan rencana jahat mereka. Gangster tersebut kemudian menculik Deon untuk mematikan robot-robot polisi. Deon mengatakan bahwa robot-tobot polisi tersebut tidak bisa di-offline-kan untuk mengelabuhi para grangster tersebut. Deon kemudian menawarkan idenya kepada gangster tersebut. Ia menginstal program di robot yang telah ia curi dan mengatakan kepada Gangster bahwa robot tersebut nantinya bisa dilatih menjadi apapun. Robot tersebut kemudian dinamakan Chappie oleh salah satu gangster. Para gangster pun akhirnya terpaksa menerima usulan Deon dan akan membuat Chappie menjadi robot yang membantu aksi kejahatan mereka.
Lantas, apakah para gangster tersebut berhasil melatih Chappie menjadi penjahat seperti yang mereka inginkan?

Bagaimana pula Chappie bisa memenuhi ekspektasi penonton tentang robot dengan kecerdasan seperti manusia?
Lalu, apa yang akan dilakukan oleh Vincent kepada Deon?
Film berdurasi 120 menit ini menghadirkan banyak subklimaks serta konflik dalam ceritanya. Meskipun film ini tidak begitu fokus terhadap ‘aksi’ robot, namun banyak hal lain yang justru ditampilkan oleh Neill Blomkamp dalam ‘Chappie’, seperti pesan-pesan moral dan hal-hal lain yang justru tidak se-monoton jika film tersebut misalnya menonjolkan robot yang hanya bertarung atau berperang melawan/membela manusia. 
Sangat disayangkan, menurut saya pribadi tampilan fisik robot-robot di film Chappie ini cenderung usang, tidak begitu modern, dan lusuh. 
Terlepas dari visualisasi robot, film ini patut untuk diapresiasi, dan memberikan suasana baru bagi film robot yang mengusung artificial intelligence.
Nyatanya, melalui Chappie, Blomkamp mampu membuat penonton menikmati cerita, dengan alurnya yang naik turun. Di tangannya, robot menjadi sosok yang dikasihani seperti layaknya manusia, bukan sekadar tubuh besi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar