Rabu, 23 Desember 2015

MOVIE REVIEW: BIG HERO 6


Beberapa hari lalu diajak Mas Derie nonton film ini. Katanya sih ratingnya bagus. Awalnya saya enggan ikut karena beberapa waktu sebelumnya sudah nonton Interstellar yang cukup bikin terkagum-kagum. Karena sudah punya pembanding yang bagus, takutnya film yang akan ditonton mengecewakan. Tapi karena doi bersikeras mau nonton itu, yaudahlah ikut aja.

Cerita dimulai dengan seorang anak jenius, Hiro (perawakannya mirip Hiccup) yang adu robot di kota modern San Fransokyo (San Francisco + Tokyo), perpaduan budaya barat yang modern dan ketimuran yang diidentikan dengan Jepang. Karena kemenangannya di adu robot tersebut, dia ingin menghabiskan seluruh hidupnya untuk adu robot. Kakaknya, Tadashi tahu potensi adiknya yang besar, ingin adiknya masuk Universitas dibandingkan adu robot ilegal. Hiro menolaknya mentah-mentah karena dia tidak mau belajar sesuatu yang dia sudah tahu, yang kerjaannya Cuma baca buku. Sampai suatu waktu Tadashi mengajaknya ke kampus dan menunjukkan banyak hal yang tidak Hiro tahu, dan ternyata Hiro merasa dia tidak tahu apa-apa. Ekspektasi dia selama ini ternyata salah, universitas adalah tempat yang menakjubkan. Di situ, Hiro juga dikenalkan pada teman-teman Tadashi, GoGo Tomago, Honey Lemon, Fred, dan Wasabi. Akhirnya dia bertekad untuk bisa masuk Univ. Salah satu persyaratan untuk bisa masuk ke Univ tsb adalah menciptakan penemuan baru. Saat pameran penemuan, Hiro menunjukkan penemuannya, Microbots-sekumpulan robot-robot kecil yang bisa menjadi bermacam-macam bentuk sesuai dengan control pemiliknya. Professor  Callaghan akhirnya menerimanya setelah tertarik dengan microbot ciptaan Hiro. Hiro merasa hidupnya berubah, berkat Tadashi. Tadashi lah yang orang yang selalu mendukungnya. Bagi Hiro, Tadashi adalah inspirasi dan teman sejati. Setelah pameran usai, gedung pameran terbakar. Tadashi yang sudah berada di luar gedung bersama Hiro menyadari bahwa Professor Callaghan masih di dalam. Tadashi berusaha menyelamatkan sensei-nya, namun ledakan besar kemudian terjadi. Kedua orang tersebut akhirnya meninggal. Setelah kehilangan kakaknya, Hiro mengurung diri di kamar. Ia menutup diri dari dunia luar. Ia sangat terpukul.
Sampai satu waktu ia tidak sengaja menekan tombol aktivasi Baymax (robot perawat yang dibuat oleh Tadashi). Baymax adalah obat penawar kehilangan Tadashi karena tingkahnya yang clumsy dan robot banget hehe. Mereka kemudian mengetahui bahwa seseorang telah mereproduksi mikrobot Hiro dalam jumlah besar. Mereka pun menyelidiki siapa pelakunya, karena pelakunya memakai masker. Pelaku itu pun menyerang duo Hiro-Baymax lewat microbot yang ia kendalikan. Secara kebetulan, saat diserang oleh pelaku, duo bertemu dengan 4 teman Tadashi yang kemudian bergabung dengan mereka untuk mengalahkan dan membongkar identitas pelaku.
Sebagai ex-penonton Interstellar, saya lebih suka film ini dari segi ilmiah. Tidak out of mind, dan istilah-istilah yang dipakai memang benar ada, teknologi-teknologi yang dikenalkan juga yang paling terbaru seperti rantai karbon (graphene), medan magnet, titanium and tungsten metal based, bisa dimengerti.
Soal pesan moral, agaknya film-film Disney akhir-akhir ini bertema ‘familiy’. Seperti Frozen yang juga bertema keluarga, film ini pun setipe. Saya sangat suka film ini. Sepanjang film ngga bisa berhenti ketawa lihat ulah Baymax yang super kikuk, lucu, polos, gendut, and being robot, still. Di akhir film sempat sedih karena Hiro kehilangan orang yang ia sayangi, Baymax. Tapi akhirnya, Baymax dihidupkan kembali karena Hiro menemukan chip program Baymax.
Layak ditonton.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar